Pak SBY Pak Jokowi, Kemanakah Pak Prabowo?

By Hendri - 12/17/2018

Foto/net
SUDAH 2 hari Pekanbaru riuh. Kenapa tidak, 2 presiden tiba di tanah Lancang Kuning ini. Satu presiden era 2004-2009, 2009-2014 Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Satu lagi presiden yang menjabat sekarang, Joko Widodo (Jokowi).

Kedatangan keduanya tentu mengundang perhatian seluruh kalangan. Acara yang mereka hadapi pun berbeda. SBY mengurus partainya di Riau, Jokowi memenuhi permintaan LAM Riau untuk menerima gelar adat. Datuk Seri Setia Amanah Negara, begitu gelar yang ditabalkan kepadanya.
Foto/tribunnews
Namanya presiden, tentu banyak pula elit negara yang ikut serta di belakangnya.  Seperti Panglima TNI dan Kapolri. YIM juga tampak mendampinginya, barangkali sebagai penasehat hukumnya.

Di sisi SBY, tentu pula banyak petinggi partai yang sempat berkuasa selama 2 periode itu yang mengekor. Sekjennya Hinca Panjaitan, serta orang-orangnya yang sering tampak dalam TV itu juga hadir. Disusul pula oleh anaknya yang terkenal itu, AHY. Tentu kalian sudah tahu siapa jantan gagah itu, bukan?

Kedua presiden itu datang ke Riau untuk pesta, sukacita dan penuh senyum tawa. Entah disengaja atau hanya kebetulan, dua orang yang pernah dan sedang menjadi kepala negara ini sama -sama punya acara di Pekanbaru, rasanya baru kali ini itu terjadi. Jadi peristiwa langka, wajar mendapat perhatian masyarakat.

Masing-masing punya pendukung yang banyak. Yang jelas, beribu-ribu warga dari daerah-daerah tingkat dua dimobilisasi untuk hadir acara Jokowi. Dari Siak misalnya, ada 2.700 orang  calon penerima SHM TORA yang diberangkatkan Pemda-nya. Entahlah dari kabupaten/kota lain. ASN-ASN pun kabarnya disuruh meramaikan. Padatlah orang di Pekanbaru sehari itu. Hotel -hotel tentu jadi penuh.
Foto/tribunpekanbaru
Namanya sedang menjadi presiden, struktural pemerintahan tentu menjadi alur sistemik untuk mendatangkan orang-orang itu. Dalam hal ini, instruksi pun berlaku kepada aparatur sipil di manapun berada.

Barangkali juga begitu pada acara SBY. Namun hanya melalui alur sistemik di struktural partainya. Maklum tentang itu. Sejak Anas Urbaningrum (dipaksa) jadi penghuni Sukamiskin, SBY menjadi Ketum Parpol itu sampai kini. Sebagai tokoh panutan di partai itu, anggota-anggota di daerah tentu wajib pula meramaikan acaranya di Pekanbaru.

Maka, eksoduslah warga dari kampung-kampung ke kota Bertuah sehari itu. Saling meramaikan, berbagi keceriaan dan saling unjuk loyalitas.

--Untung pula awak tak mendapatkan tugas meliput kedua acara akbar itu. Jadi dapatlah awak menikmati kopi tubruk di tepian sungai Siak ini. 😀

Di tengah pesta yang sedang semarak, soal muncul dari sekelompok anak-anak muda labil, yang boleh jadi sedang mencari-cari jati diri, yang hilang. Gelak tawa presiden 2 periode jadi sendu, mengilir jadi raut kesedihan yang paling dalam, yang membuat air matanya nyaris tumpah. Seketika media meliputnya, orang-orang pun berempati. Wajar. Siapa sih yang tidak berempati kepada orang sekaliber SBY, yang kena zalimi pula.
Foto/tribun pekanbaru
Awalnya berita media banyak menjurus kepada acara Jokowi dengan segala dinamikanya. Mulai dari kesukaan dan kekecewaan warga Riau terhadap LAM Riau, hingga membahas tentang aneka hidangan makan malam presiden dan Ibu Negara. Dalam pada menikmati pesta yang semarak aso geboy itu,  kelompok mereka tertuding sebagai dalang yang merusak kegembiraan pada acara yang dihadiri SBY. Jadinya, tidak jelas lagi berita mana yang menarik, antara Datuk Seri Setia Amanah Negara atau tentang pecahnya tangis Ani Yudhoyono di tengah pesta. Yang jelas, umbul-umbul dan baliho partai yang dipimpin SBY dirobek, ditumbangkan, dibuang ke parit, dipuruk-purukkan pula. Sedangkan umbul dan baliho partai lain tetap terpasang dengan saksama.

Kemudian viral video, seorang pria 22 tahun ditangkap oleh para pendukung SBY. Saat diinterogasi secara terbuka, pria itu mengaku kalau dia merusak baliho partai SBY atas suruhan orang dari partai Jokowi. Gara-gara pria yang belum tiga windu itu, rusak pesta se-negara. Pada konflik ini rasanya puncak drama itu, yang membuat saya penasaran bagaimana endingnya. 

Sebagai kelompok yang tertuding, sudah pasti kelompok Jokowi mengelak, dan menghindari serangan pria yang tak terkenal itu.  Media mainstream, apalagi media sosial seperti bergemuruh akibat turbulensi politik yang kedua kubu. Warga-warga awam di kedai kopi saya antara percaya dan tidak percaya SBY sampai menyusuri trotoar untuk melihat baliho-baliho yang porak-poranda. Tapi jika motifnya bukan politik, lalu apa lagi? Jelas-jelas pelakunya bukanlah orang gila.

Adu mulut pun dimulai, dari kedai kopi hingga sosial media. Pimpinan-pimpinan partai di tingkat satu dan dua seakan-akan kehilangan bahasa yang layak untuk dipertontonkan dalam berdebat di media sosial. "Mereka tidak mampu memproduksi narasi yang lebih beradab lagi," kata kawan saya. Cieeeehh.......!

Dia menyambung, kedua pihak saling mencoba memframing akal sehat masyarakat. Yang simpatik ke SBY meyakini kalau SBY benar-benar dizalimi. Bagi pendukung Jokowi, baliho-baliho itu sengaja dirusak pihak pemilik baliho sendiri, untuk meraup simpatik masyarakat karena seakan-akan terzalimi. Apalagi dikemukakan jejak digital pelaku yang tertangkap. Jejak digitalnya entah asli atau tidak, saya juga tidak tahu, Kawan! Apa nama teorinya ini, bantu saya, saya tak ngerti juga, Kawan!

Bagi yang sok bijak padahal berpihak, kata teman saya lagi, biarkan saja aparat mengusutnya. Toh nanti akan terang benderang, akan ada sandiwara lainnya yang lebih seru.

Yang jelas, persoalan yang sesederhana itu menjadi perhatian serius SBY, sebagai politikus yang kredibilitasnya tidak diragukan lagi. Apalagi SBY seorang mantan tentara yang ngerti strategi dan taktik (Stratak). Jokowi dan jajaran di partainya juga bukan politikus kelas bawahan. Kubu mereka juga telah lama pula mengecap asam garam perpolitikan bangsa ini. Jangan-jangan, kedua tokoh sentral itu saat ini sudah sedang minum kopi seharga selangit, satu meja. Mereka melihat kita yang di bawah -bawah ini, yang dekat dengan akar rumput ini, malah berjauh-jauhan, dan saling hujat menghujat. Terlalu larut dalam dinamikanya, padahal besok entah makan apa.

Saya justru teringat, kala Pekanbaru menjadi kota yang dibicarakan semua orang di Tanah Air, sedang apakah Prabowo? Jangan-jangan sedang memperhitungkan siapa orang Riau yang bakal masuk ke dalam kabinetnya jika dia menang Pilpres nanti. Sebab, LAM Riau sudah tentu menumpang harapan kepada Jokowi sewaktu gelar ditabalkan, agar ada putra dari tanah kaya minyak ini yang menjadi mentri bila menang Pilpres nanti.

Sudahlah, mari kita kembali ke ruang riang gembira!

By Bang Yonal

Postingan ini sudah memperoleh ijin publikasi dari penulis

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar